web stats
Senin, 13 Oktober 2014

menyambangi pagi yang lama tidak nampak oleh kepulasan dengkuran
menikmati aroma khas embun yang menusuk relung hidung
tersibak keindahan alam yang masih sepi penampilan

mengingat suasana pagi saya yang dulu selalu saya isi dengan melihat langit dan suasana sekitar di pagi hari
kala embun tebal masih melapisi udara yang saya lewati
mengingatnya saat ini adalah bagian memori indah di masa lalu yang sekarang sulit untuk didapatkan lagi
dengan suasana kota yang mana embun tebal tidak akan berani muncul terkecuali jika hujan baru saja hadir
namun saat ini kemarau sedang bertamu, yang mana dingin pagi tidak terlalu menggairahkan
apalagi tambahan pengendara motor yang hendak memulai aktifitasnya telah sejak malam tak henti-hentinya menggantikan buram embun dengan asap knalpotnya
ya, pagi berembun adalah waktu yang sanagt indah dan tidak pantas untuk dilewatkan
menghirupnya bagaikan terlahir kembali dengan harapan esok masih dapat dilalui

dan pagi ini embun juga tak hadir, namun dengan mengingatnya  membuat pagi ini terasa berbeda dari pagi-pagi yang telah berlalu beberapa tahun belakangan ini

ignore

Kamis, 18 September 2014

maaf
mungkin kebanyakan dari kita sangat sulit untuk memberikan maaf pada orang yang telah menyakiti kita.
baik secara fisik maupun psikis
namun meminta maaf pun sangat sulit
terlebih kita harus menurunkan atau bahkan menghilangkan gengsi kita
dan kebanyakan. orang yang meminta maaf selalu dianggap yang salah
meskipun ada sebagian orang sadar bahwa meminta maaf adalah cara terbaik untuk menghilangkan emosi
namun
bisakah dari kita meminta maaf pada orang yang masih hidup, sedang kita telah mati
dan kesalahan itu sebenarnya sungguh menyakiti hati
namun ada kalanya itu sebaliknya
dan kini. ada yang harus memaafkan kesalahan orang yang telah pergi
membiarkan ia tenang dalam perjalanan di dunia barunya
biarkan kesalahan itu pergi
dan semoga keikhlasan terpatri
karena maaf saat kita akan pergi seperti tak berarti

perjalanan singkat (pinggiran kota) 1

Rabu, 13 Agustus 2014

pagi itu saya mulai mengayuh sepeda
ditemani udara pagi yang masih segar dan basah oleh guyuran embun
lama-lama saya mulai menelusuri petak demi petak rumah
dan tiba-tiba kenangan saya menuntun untuk ditelusuri

dulu. ya dulu sekali
masih jarang rumah yang bertingkat seperti rumah yang baru saja saya lewati
rumah bertingkat di desa sangatlah jarang, dan hampir tidak ada
ada juga itu hanyalah ditinggikan pondasinya
sekarang tidak, rumah-rumah seperti berlomba untuk saling mana yang tertinggi
dan itu belum cukup dengan ditambahi tembok yang mengelilinginya

dulu, ya dulu sekali
saat hari minggu seperti ini di sepanjang jalan akan banyak anak yang sibuk bermain
mulai dari petak umpet, gobak sodor, patil lele, bekel, sepak bola dan lain-lain
namun kini, hari minggu hanyalah pengguna jalan yang sibuk berwira-wiri
anak-anak sibuk dengan televisi dan perangkat canggih
keakraban sejati mulai jarang terpatri
saya tengok kanan kiri, hanya ada tiga anak yang sedang duduk di pinggir jalan yang sedang bercakap-cakap

dulu, ya dulu sekali
saat saya masih kecil dan tak tahu apa arti hidup
semua itu saya jalani
bermain dengan teman disepanjang pinggir jalan, walau kadang ditegur orang karena terlalu ke tepian
dan saat bermain petak umpet, kita izin pada pemilik rumah yang memiliki pondasi tinggi sebagai tempat persembunyian
ya, dulu itu sangat ramai
dulu itu penuh dengan kebersaan

Senin, 11 Agustus 2014

hari senin yang cerah
dan saya mengawali hari ini dengan sebuah senyuman saat saya baru membuka mata
dengan hawa dingin khas musim kemarau di pagi hari yang menusuk kulit, saya mulai beraktivitas
cuci muka dan mulai beres-beres kamar lalu makan pagi
lanjut ke pekerjaan yang telah lama saya vakum-kan
ya, memantau kegiatan orang-orang disekitar saya
senin memang hari yang ceria untuk anak-anak sekolah
dimana semangat mereka terpancar dari sorot matanya
mencangklong tas dan mulai memadati halaman sekolah
kali ini saya berada di sebuah taman kanak-kanak merangkap play group
pagi hari mendengar suara kegembiraan mereka, bertemu teman-teman sebangsanya dan mulai bersendau gurai
ya, meskipun ada beberapa anak yang masi ngambek tidak mau masuk kelas hal itu tidak mengapa
masa anak usia di bawah 7 tahun memang belum saatnya menerima pelajaran berat khas TK saat ini
apalagi yang masi PG, mereka haruslah bermain untuk perkembangan kreativitas mereka
namun itu tidak saya temukan disini
mereka diforsir untuk menjadi "anak pandai"
oho, tak masalah itu bukan bidang saya untuk mengkritisi
terlihat ada beberapa orang tua yang menunggu di luar kelas, sibuk bergosip ria.
itu saja yang bisa saya tulis untuk mengawali edisi bulan agustus pertengahan tahun ini
sekian

Kamis, 17 April 2014

gurat putih mencoreng kegelapan langit malam
bersembunyi pada buram cahaya bulan
terjerumus pada sepinya dingin curam
sesosok tubuh teronggok dibawah remang lampu perkotaan
menatap masa depan yang seperti terus menjauh dari jangkauan
mengharapkan masa-masa cemerlang kembali lagi seperti bulan yang senantiasa hadir dalam malam-malam tenang
namun semua hanyalah sebuah harapan
yang itu datang dari kepasrahan jiwa oleh keadaan
tak tahu harus kapan terbagkitkan
dengan sebuah kekuatan dan kesungguhan yang menegakkan

dalam bayangan bintang
setitik harapan mengintip dari kejauhan
berharap sosok itu mau menghampirinya
untuk merubah seperti yang dimaunya

UAN

Senin, 14 April 2014

tanggal 14 april 2014
hari ini awal ujian nasional untuk SMA
kenangan akan memori tahun-tahun lalu akan waktu itu
bagaimana perjuangan panjang siswa-siswi yag berkutat dengan buku
perjalanan selama 3 tahuan akan ditebus dengan waktu 4 hari yang sedikit pilu

namun untuk saya, kenangan itu berlalu dengan mudah
bukan menyepelekan
namun saya telah menyerahkannya pada sang Pencipta

bukan saya sombong
hanya mensyukuri apa yang Tuhan titipkan dalam tempo cepat

bukan dengan cara instan
namun dengan kesungguhan dan kelonggaran

cerita saya :
saya bukan tipe orang yang mudah untuk belajar
mengatur waktu saja saya masih keteteran
namun karena saya tahu saya tidak bisa seserius belajar seperti yang lainnya, maka saya melekukan hal ini

jam menunjuk pukul 3 pagi
langit masih juga gelap
hawa dingin belum sepenuhnya turun
saya terbangun oleh tangan halus yang tak terlihat
karena sebuah doa yang saya panjatkan sebelum terlelap
"jika Engkau meridhoi saya bangun pada pukul 3 pagi, maka bangunkanlaj"
lalu saya mengambil beberapa kitab atau buku pelajaran
keluar dari kamar yang masih penuh teman-teman seasrama yang terlelap
duduk didepan jendela, berselonjor kaki dibawah meja, menghadap kiblat
hal itu berlangsung hingga adzan subuh berkumandang
semua usai dan esoknya begitu lagi

sebuah pekerjaan yang dimulai dari awal try-out hingga UAN berjalan
dan hasilnya, Tuhan memberi apa yang menurutNYA diberi
dan itu sangat menentramkan
dalam mengerjakan soal-soal pun tak terbersit keraguan
namun ritual belajar diwaktu akhir malam tersebut juga dibarengi dengan shalat sunnah malam
agar Tuhan memberikan ketentraman

ya, sepengal kisah yang teringat begitu Maha Indahnya dari sang Kuasa
terima kasih. Engkau selalu memberi apa yang aku butuhkan, tidak hanya yang aku inginkan

Selasa, 18 Maret 2014

ini cerita tentang teman jauh saya
sebut saja namanya Alfin, ia laki-laki yang kini berusia 21 tahun

ia terlahir dari keluarga yang berada, dengan ayah yang memiliki usaha percetakan dan ibu seorang dosen di salah satu universitas negeri di surabaya
apa yang ia mau serba tercukupi dan tidak ada hal yang mahal menurutnya
namun semua itu berubah kala ia selesai SMA
ia tidak mau kuliah, padahal ia termasuk siswa berprestasi sejak kecil dan biaya pun tentu tak dipungkiri lagi
namun, ia malah memutuskan untuk berjualan kelontong dipasar
bergumul dalam beceknya sisa air bekas tempat ikan dan bau-bau sampah yang menggunung dipojok pasar
ia berjualan cabe, bawang merah dan putih, terkadang jika musim bunga turi, ia juga berjualan turi.

pertemuan saya yang sepintas membekas dihati saya tentang sosoknya
perawakannya putih bersih, tak cocok jika harus melantai diselembar koran sebagai alasnya
jika tak ada pembeli, ia sibuk memilah cabe yang kurang bagus ke wadah, yang nantinya ia akan jual lebih murah
dari jauh saya perhatikan, dagangannya nampak sepi
ia memang masih baru dipasar
belum banyak pelanggannya, berbeda dengan yang ada di depannya
karena sedikit iba, saya pun menghampiri dan membeli sekilo cabe serta bawang merah
saat ia menimbang, percakapan kami berlangsung
"baru ya mas."
"iya."
"umurnya berapa, masih muda sekali."
"saya 19 tahun."
"masih sekolah."
"baru lulus kemarin."
saya hanya mangut-mangut, lalu membayar.

dan hari-hari kemudian saya selalu belanja padanya sambil berbincang-bincang
dari sinilah saya tahu jati dirinya, meskipun bukan perkara mudah
ia menyembunyikan sekali identitasnya. namun dengan beberapa trik dari saya, ia akhirnya mulai terbuka
"saya takjub dengan sampeyan. jarang ada anak muda yang mau melakukan ini."
"saya bosan dengan kehidupan saya. rasanya datar-datar saja. beberapa kali melihat orang tua teman saya yang sudah akhirnya saya tersentuh."
"kenapa memilih berjualan. kenapa tidak bekerja yang lain."
"saya ingat kata guru saya, 'pekerjaan yang paling membawa keberkahan kata Rasulullah adalah berdagang sejara jujur', maka saya memilih ini."
"ow (semakin takjub, ia tidak sekedar memilih). trus modalnya."
"saya pinjem ayah, trus kalau ada untung saya cicil."
astagfirullah, bahkan ia tidak mau meminta modal pada orang tuanya.
"apa tidak kepikiran untuk kuliah."
"kuliah bisa nanti. jualan ini juga sekalian belajar untuk besok. saya tidak ingin hanya berpangku tangan dan mengandalkan kepintaran. saya ingin mengandalkan seluruh kemampuan saya untuk sesuatu yang berharga. kali saja besok bisa lebih baik lagi."

kini sudah dua tahun menuju tiga tahun pertemanan kami, saya mulai berkaca padanya
meskipun dagangannya belum berkembang pesat, ia sudah mampu mengembalikan uang ayahnya
sungguh, ia adalah pribadi yang harusnya memjadi contoh anak muda Indonesia
yang tidak hanya mengandalkan ijazah untuk melamar pekerjaan
mengharap gaji besar dan hidup enak
padahal, pekerjaan yang dimulai dari bawah akan menghasilkan sesuatu yang lebih besar nantinya
sedangkan jika langsung dari tengah atau atas, terkadang hasilnya biasa-biasa saja

inilah sepenggal kisah dari teman yang memberikan secercah asa

Surabaya yang menenangkan perasaanku 1

Selasa, 04 Maret 2014

perjalanan dari Jakarta ke Surabaya kali ini ku tempuh dengan kereta api
aku ingin merasakan ketenangan pada liburan kali ini
aku memang memutuskan untuk mengunjungi mama di Sidoarjo, namun ditengah jalan menuju stasiun Jakarta Kota aku mengurungkan niatku dan menuju Surabaya di rumah temanku Sofiyah
aku ingin mengetahui bagaimana kehidupannya setelah ia keluar dari sebuah pesantren di Kota Jombang selesai lulus SMP di Sidoarjo.
kereta berangkat pukul 13.15 WIB
aku hanya membawa ransel berisi dua potong pakaian, ponsel, air mineral dan dua novel yang baru ku beli kemarin.
aku sengaja memesan dua kursi kelas bisnis agar bisa leluasa didalam
baru sebentar aku duduk dan menenangkan diri di kursi kereta, ponselku berdering
"Ada apa Alissa." sapaku.
"Sudah sampai mana."
"Aku baru saja masuk."
"Ow, maaf aku tidak bisa mengantarmu ke stasiun."
"Tidak masalah."
"Apa kau jadi memesan 2 tiket."
"Hehem."
"kondekturnya pasti akan mengerutkan dahi. kau memang kurang kerjaan."
"itulah aku."
"ya ya, oke aku ingn kau membawakanku pecel surabaya atau petis madura."
"aku akan sangat malas jika tasku berat."
"kau pelit sekali, dijinjing pakai kantong kan bisa."
"aku tidak ingin pegal."
"ok ok, baiklah. sepertinya kau ingin sendiri. aku tutup dulu."
"ok."
dari kaca jendela aku bisa melihat bayangan orang yang duduk di bangku sebelah melihatku sejak tadi, aku menoleh.
dia tersenyum. meminta izin duduk disebelahku sebentar. aku mengizinkan
"kau Safirakan."
"anda siap."
"aku tetangga apartemenmu, depannya."
"ow, maaf, saya kurang kenal. boleh tahu namanya."
"Sandra. aku mau ke Malang, kau sendiri."
"aku mau ke Surabaya."
"Alissa tidak ikut."
"Kau kenal Alissa."
"kita kenal saat makan bersama di cafe bawah apartemen."
"em."
 "kau sendirian."
"iya. ok, kau sepertinya lelah. aku kembali ke kursiku."
"ya."

first sight

Kamis, 13 Februari 2014

ingatan tentang pertama kali aku bertemu dengannya

aku sedang mencari buku fotografi di sebuah salah satu toko buku terkenal di Indonesia
saat aku sedang asyik memilih buku dengan terus melihat sambil berjalan, aku tidak sengaja menabrak seseorang yang sedang jongkok memilih buku di bagian arsitektur
"maaf." kataku seraya tersenyum
ia hanya menganguk lalu kembali sibuk memelih lagi
aku pindah ke sisi yang lain. buku yang kucari belum juga kudapatkan
karena mulai bosan mencari, aku memutuskan untuk pindah ke bagian komik
aku mengambil beberapa seri komik detektif conan dan berlalu ke kasir
disana ternyata sudah berdiri orang yang ku tabrak tadi, ia sedang membayar 2 buku arsitektur dan 1 novel terjemahan
itu ku ketahui karena aku meliriknya
setelah keluar dari toko buku, aku mampir ke salah satu foodcourt untuk memesan secangkir capuccinno dan sepotong tiramissu untuk menemaniku mambaca buku
"kau yang tadi di toko buku kan."
tiba-tiba suara dari belakang mengagetkanku
ternyata lelaki tadi yang ku tabrak
"oh, ya."
lantas ia duduk dimeja sebelahku. ia sedang janjian dengan temannya. mungkin.
sejam kemudian ia berlalu dengan temannya setelah menghabiskan dua cangkir black coffee sambil membicarakan sebuah proyek pembangunan apartemen
dan beberapa minggu kemudian kami sering bertemu di foodcourt itu di hari minggu
kami mulai berbicara seputar fotografi dan arsitek. dua hal yang sama-sama kami sukai
aku pun pernah dimintanya untuk memotretkan proyek yang sedang digarapnya untuk kenang-kenangan
aku dikenalkan dengan pamannya. orang yang mengasuhnya sejak dia masih SMP
 dan akupun tahu dari pamannya bahwa orang tuanya meninggal saat perjalanan ke Sulawesi saat menjenguk adiknya yang sakit.
aku mulai masuk ke kehidupannya, katanya
lantas, sejak saat itu kami mulai mengawali hubungan kami yang tidak hanya sebatas teman bicara dengan bercangkir-cangkir kopi

memoar

suasana sore di kota tangerang yang mulai meredup karena jam sudah menunjuk pukul 15.01
taksi yang ku naiki setelah puas mengelilingi supermall karawaci mengantarkanku pulang
jam pulang kantor yang tololnya aku pilih untuk melaluinya
kupasang earphone sambil melihat keluar jendela
ingatanku mengarah pada sosok yang hampir setahun ini tidak pernah ku temui lagi
ya, dia yang sekarang lebih sibuk dari sebelumnya di Jakarta
aku teringat kala pertama kali naik taksi dengannya setelah hunting buku di toko buku sekitar mall
saat itu sedang musim hujan dan kami memutuskan naik taksi karena tidak membawa payung

"sebaiknya kita naik taksi. kau tidak ingin bukumu basahkan." katanya saat itu.
aku menyetujuinya. taksi mengantarkanku ke kost ku, yang saat itu aku belum pindah ke apartemen
setelah mengantarku dia pulang.
sialnya aku tidak tahu kalau seminggu kemudian dia flu berat dan tidak masuk kerja
ia baru cerita padaku saat seminggu sesudah ia sembuh
"kenapa kau tak bilang." tanyaku datar
"aku tidak mau kau tertular fluku. kaukan mudah sekali tertular flu. sebaiknya kau minum vitamin. jaga diri baik-baik. kau banyak beraktifitas diluarkan."
aku hanya tersenyum tipis saat itu.

aku menghela nafas panjang
kenangan itu terputar bersamaan dengan lagu boyband korea Beast yang berjudul On Rainy Days
kenapa tiba-tiba aku memikirkannya
lamunanku buyar saat supir taksi mengatakan sudah sampai
aku segera masuk ke kamar, aku ingin tidur. namun pintu terketuk dari luar.
Alissa
"ada apa."
"ini, tadi aku bertemu kakakmu. dia menitipkan ini padaku."
kubuka bingkisan yang kata Alissa dari kakakku.
smartphone
"smartphone. untuk apa."
"mungkin biar kamu bisa dihubungi. ponsel kamu kan hilang. aku bilang padanya."
"ow, terima kasih. boleh aku tidur. aku lelah sekali."
"ok."
ya, ponselku hilang saat aku pergi ke puncak dengan Alissa saat mengunjungi ayah Alissa yang sakit.
tepatnya saat aku naik angkot untuk jalan-jalan.
aku mencari buku agendaku untuk mencari nomor kakak tunggalku itu dan meneleponnya
"terima kasih, aku kan bisa beli sendiri."
"kapan kau akan beli. meski kau punya uang, kau akan malas untuk ke toko ponsel untuk membelinya."
"ya."
"maka dari itu, kakak yang membelikannya. oh iya, mama kemarin kesini tapi hanya sebentar."
"em."
"kau bahkan tidak bertanya untuk apa mama kesini."
"apa."
"hem hah, mama mengunjungi teman SMA nya dulu yang anaknya menikah."
"ow. hem, aku tidur dulu. capek."
"ok."
dan seperti itulah aku. terlalu tidak menghiraukan apa yang ada disekitarku.
bukan, sebenarnya aku sangat memperhatikannya. aku hanya tidak tahu bagaimana harus mengungkapkannya pada semua orang.
lalu aku pun tertidur

with friend

Rabu, 12 Februari 2014

malam di hari minggu
Alissa, teman sebelah apartemenku menghampiriku yang berdiri di balkon kamar
"memikirkan apa." tanyanya
"Tidak ada. kau belum tidur."
"Aku masih banyak tugas untuk bahan besok."
Alissa bekerja disebuah perusahaan asuransi
"Ini, aku membawakanmu martabak. tadi ku lihat kau murung saat di lobi. ku pikir kau sedang ada masalah. dengan makanan mungkin akan sedikit membaik. ku pikir."
"Aku tidak ada masalah. aku hanya sedikit pusing."
"Jangan terlalu memikirkan pekerjaan. kau juga harus memikirkan kesehatanmu. jika kau sehat, kau bisa bekerja dengan baik bukan."
"Ya, kau benar."
"Dan juga, jangan lupa mengunci pintu. kau sering lupa ya."
aku hanya tersenyum
"Apa lelaki itu belum menghubungimu."
"Kenapa."
"Aku pikir kau memikirkannya. ini sudah hampir setengah tahun."
"Biarkan saja. dia sibuk. aku juga tidak peduli."
"Bukankah kalian berhubungan."
"Ya."
"Aneh. apa sudah tidak ada perasaan padanya."
"Sejak awal pun, kami menjalaninya dengan hambar. dan aku pikir. sebaiknya diakhiri."
"Jika kau sudah berfikir begitu, kenapa tidak dibicarakan."
"Saat dia menemuiku, aku akan mengatakannya."
"Tapi... apa dia akan menerimanya. aku lihat, dia sangat baik padamu. saat kita bertemu di supermall karawaci dulu."
"Entahlah. sudah jam 11, aku mau tidur. kau juga harus tidur."
"Ya. tapi kau harus langsung tidur. jangan nonton televisi."
lagi-lagi aku hanya tersenyum.

perpisahan di summarecon

mobil warna silver yang ku tumpangi mulai melaju menyusuri padatnya jalanan kota Tangerang
melewati gedung-gedung bertingkat yang nampak angkuh saat ku pandangi
30 menit telah berlalu, dan kepalaku mulai pening karena jalan yang terlalu berkelok dibeberapa persimpangan
dan sampailah aku di Summarecon Serpong.
namun mobil terus melaju hingga diujung salah satu mallyang mewah yang tidak ku temukan barang-barang dibawah 10.000
aku keluar dan mulai menyusuri basemant hingga sampai di dalam mall
aku menengok kanan dan kiri, berharap menemukan sosok yang aku cari
hingga dilantai 4, aku mulai lelah meneruskan pencarianku. dan kuputuskan berhenti
aku masuk kesebuah tempat makan, mengisi tenggorokanku yang kering dengan segelas jus jambu
ponselku berdering
"kau dimana" tanya orang diseberang ponsel
"aku ditempat makan ....... " jawabku malas
"oke aku akan kesana" lalu ia menutup sambungan
beberapa menit kemudian sosok yang sedari tadi ku cari datang
dengan setelah jas yang terbuka, dengan beberapa peluh didahinya, ia menghampiriku di meja 11
"maaf aku telah. meeting kali ini sangat alot. bahkan aku harus sedikit berdebat dengan pamanku."
aku hanya membalas ucapan itu dengan senyuman
"kau sudah pesan makanan."
"aku sudah makan di rumah tadi. jika kau lapar, aku akan menemanimu dengan kentang goreng."
ia lantas memanggil pelayan dan memesan seporsi steak, kentang goreng dan jus buah naga
15 menit kemudian pesanan datang. kami sibuk dengan mulut masing-masing.
dan saat semua makanan beres, kami mulai membuka pembicaraan
"aku akan pindah ke Jakarta. kau tidak keberatan kan. setiap ada libur aku akan mengunjungimu."
lagi-lagi aku hanya tersenyum . disini saja, saat jarak kita dekat. kau jarang menemuiku. apa lagi saat kau di Jakarta.
"Terserah kau saja. itu yang terbaik." kataku.
"aku sangat beruntung mendapatkanmu. kau selalu mengerti diriku. nanti malam, aku harus berkemas. besok ada meeting di Anyer."
"Ok. apa aku bisa membantu mencarikan pakaian yang cocok."
"Tidak usah. aku hanya membawa dua potong baju saja. hanya dua hari."
"Ow. oh iya. aku ada janji dengan temanku di perpustakaan kota. aku harus pergi sekarang. apa kau memperbolehkan aku yang bayar."
"Tidak. aku yang mentraktirmu. mau ku antarkan."
"Dia akan menjemptku. bye."
"bye. hati-hati."
dan itulah saat terakhir aku melihatnya.
saat ia akan berpamitan ke Jakarta, aku sedang di Bandung untuk menjenguk tanteku yang akan melahirkan.
ia terlalu sibuk, bahkan hari minggupun harus bermain golf dengan para pemilik saham.
hingga 4 bulan berlalu, aku bahkan tidak pernah mendapatkan telfon darinya
bukan aku mengharapkan itu. aku hanya berfikir, apakah aku harus mengakhiri semua ini
ketidakpastian dan kebosanan diantara kita yang sama-sama bukan tipe perhatian.
kami terlalu asyik dengan dunia kami yang menenangkan .

#TANG eps 1

Selasa, 11 Februari 2014

hari sabtu yang mendung
mengantarkanku pada perjalanan panjang penuh tantangan
bukan secara jasmani saja, bahkan rohani sangat ditantang
kereta datang tepat pukul 13.00
mengantarkan pada tetesan air hujan didepan jendelah
asap yang mengepul dari cerobong menemani kesepian dan kekecewaan
dan tak terasa malam pun hadir.
membuat tak terlihat apa-apa yang ada di kanan kiri
diri memutuskan untuk sibuk saja dengan ponsel
tanpa makan dan sedikit minum, karena pikiran masih terasa berat meninggalkan kampung halaman meskipun tidak sampai sebulan
bukan. bukan perasaan itu yang mendominasi
namun membayangkan seseorang yang dulu pernah hadir dalam sesi hiduplah penyebabnya
seseorang di depan sana memiliki aura yang sama
miris. karena lagi-lagi penuh dengan kebodohan
saat jam menunjuk pukul 03.56 kereta sampai di stasiun kota
dengan pemandangan malam khas bangunan tua, ditambah rasa kantuk yang mendera
tak terasa perjalanan lebih dari 12 jam itu terasa amat cepat
secepat perasaanmu yang berlalu dari kehidupanku
menunggu pagi dibawa loket pemesanan tiket
melihat orang-orang yang bertingkah dengan berbagai gaya
yang membuat hati  sedikit bergumam "seperti inikah model manusia ibu kota"
sedikit miris, namun itulah faktanya
dan saat jam telah lewat pukul 6, sebuah taksi menghampiri
menghantarkan diri pada sebuah rumah ukuran 6x9 M bercat biru yang akan ditempati selama 13 hari mendatang

masa remaja

Jumat, 03 Januari 2014

perjalanan sebuah cinta
di usia yang tak lagi harus bermain belepotan tanah
tak lagi berderai air mata kala tidak mendapatkan apa yang didamba
sebuah masa kala ada rasa yang mulai tumbuh untuk melirik orang yang dirasa memiliki aura
kala rasa malu mulai tumbuh seiring datangnya perasaan suka yang lebih besar
cukupkah hanya sebatas memandang, tidak
namun itu yang lebih baik dilakukan
masa remaja kala mulai merasakan perasaan ingin diperhatikan dan dipahami
memiliki segerombolan teman untuk meramaikan malam-malam yang pebuh lantunan syair Illahi
mendapatkan kado-kado mewah kala datang hari jadi, dimana bukan hanya sekali dalam setahun
sebuah masa remaja
dimana peran orang tua sangatlah dibutuhkan
walau hanya sekedar bertanya apa yang dilalui dalam sehari
andaikan ia, maka masa remaja itu akan menjadi masa yang indah
bukan karena penuh dengan cinta
namun pengarahan yang akan membawa pada masa dewasa yang penuh tanggung jawab
bahwa apa yang kita lakukan telah sesuai dengan jalan

ya, masa remaja yang indah tidak seperti kini
bahkan masih masa anak-anak telah terdahului dengan datangnya keremajaan yang terlalu dini
kenapa dan ada apa yang terjadi kini
hanya pelakunya saja yang mampu menjawabnya
karna merekalah yang memutuskan untuk menjalaninya

semoga masih ada yang tetap merasakan cerianya masa anak-anak
dan tetap mau menunggu hingga masa remaja datang
tak perlu untuk menyeretnya
karena yang natural akan lebih indah