web stats
Selasa, 18 Maret 2014

ini cerita tentang teman jauh saya
sebut saja namanya Alfin, ia laki-laki yang kini berusia 21 tahun

ia terlahir dari keluarga yang berada, dengan ayah yang memiliki usaha percetakan dan ibu seorang dosen di salah satu universitas negeri di surabaya
apa yang ia mau serba tercukupi dan tidak ada hal yang mahal menurutnya
namun semua itu berubah kala ia selesai SMA
ia tidak mau kuliah, padahal ia termasuk siswa berprestasi sejak kecil dan biaya pun tentu tak dipungkiri lagi
namun, ia malah memutuskan untuk berjualan kelontong dipasar
bergumul dalam beceknya sisa air bekas tempat ikan dan bau-bau sampah yang menggunung dipojok pasar
ia berjualan cabe, bawang merah dan putih, terkadang jika musim bunga turi, ia juga berjualan turi.

pertemuan saya yang sepintas membekas dihati saya tentang sosoknya
perawakannya putih bersih, tak cocok jika harus melantai diselembar koran sebagai alasnya
jika tak ada pembeli, ia sibuk memilah cabe yang kurang bagus ke wadah, yang nantinya ia akan jual lebih murah
dari jauh saya perhatikan, dagangannya nampak sepi
ia memang masih baru dipasar
belum banyak pelanggannya, berbeda dengan yang ada di depannya
karena sedikit iba, saya pun menghampiri dan membeli sekilo cabe serta bawang merah
saat ia menimbang, percakapan kami berlangsung
"baru ya mas."
"iya."
"umurnya berapa, masih muda sekali."
"saya 19 tahun."
"masih sekolah."
"baru lulus kemarin."
saya hanya mangut-mangut, lalu membayar.

dan hari-hari kemudian saya selalu belanja padanya sambil berbincang-bincang
dari sinilah saya tahu jati dirinya, meskipun bukan perkara mudah
ia menyembunyikan sekali identitasnya. namun dengan beberapa trik dari saya, ia akhirnya mulai terbuka
"saya takjub dengan sampeyan. jarang ada anak muda yang mau melakukan ini."
"saya bosan dengan kehidupan saya. rasanya datar-datar saja. beberapa kali melihat orang tua teman saya yang sudah akhirnya saya tersentuh."
"kenapa memilih berjualan. kenapa tidak bekerja yang lain."
"saya ingat kata guru saya, 'pekerjaan yang paling membawa keberkahan kata Rasulullah adalah berdagang sejara jujur', maka saya memilih ini."
"ow (semakin takjub, ia tidak sekedar memilih). trus modalnya."
"saya pinjem ayah, trus kalau ada untung saya cicil."
astagfirullah, bahkan ia tidak mau meminta modal pada orang tuanya.
"apa tidak kepikiran untuk kuliah."
"kuliah bisa nanti. jualan ini juga sekalian belajar untuk besok. saya tidak ingin hanya berpangku tangan dan mengandalkan kepintaran. saya ingin mengandalkan seluruh kemampuan saya untuk sesuatu yang berharga. kali saja besok bisa lebih baik lagi."

kini sudah dua tahun menuju tiga tahun pertemanan kami, saya mulai berkaca padanya
meskipun dagangannya belum berkembang pesat, ia sudah mampu mengembalikan uang ayahnya
sungguh, ia adalah pribadi yang harusnya memjadi contoh anak muda Indonesia
yang tidak hanya mengandalkan ijazah untuk melamar pekerjaan
mengharap gaji besar dan hidup enak
padahal, pekerjaan yang dimulai dari bawah akan menghasilkan sesuatu yang lebih besar nantinya
sedangkan jika langsung dari tengah atau atas, terkadang hasilnya biasa-biasa saja

inilah sepenggal kisah dari teman yang memberikan secercah asa

Surabaya yang menenangkan perasaanku 1

Selasa, 04 Maret 2014

perjalanan dari Jakarta ke Surabaya kali ini ku tempuh dengan kereta api
aku ingin merasakan ketenangan pada liburan kali ini
aku memang memutuskan untuk mengunjungi mama di Sidoarjo, namun ditengah jalan menuju stasiun Jakarta Kota aku mengurungkan niatku dan menuju Surabaya di rumah temanku Sofiyah
aku ingin mengetahui bagaimana kehidupannya setelah ia keluar dari sebuah pesantren di Kota Jombang selesai lulus SMP di Sidoarjo.
kereta berangkat pukul 13.15 WIB
aku hanya membawa ransel berisi dua potong pakaian, ponsel, air mineral dan dua novel yang baru ku beli kemarin.
aku sengaja memesan dua kursi kelas bisnis agar bisa leluasa didalam
baru sebentar aku duduk dan menenangkan diri di kursi kereta, ponselku berdering
"Ada apa Alissa." sapaku.
"Sudah sampai mana."
"Aku baru saja masuk."
"Ow, maaf aku tidak bisa mengantarmu ke stasiun."
"Tidak masalah."
"Apa kau jadi memesan 2 tiket."
"Hehem."
"kondekturnya pasti akan mengerutkan dahi. kau memang kurang kerjaan."
"itulah aku."
"ya ya, oke aku ingn kau membawakanku pecel surabaya atau petis madura."
"aku akan sangat malas jika tasku berat."
"kau pelit sekali, dijinjing pakai kantong kan bisa."
"aku tidak ingin pegal."
"ok ok, baiklah. sepertinya kau ingin sendiri. aku tutup dulu."
"ok."
dari kaca jendela aku bisa melihat bayangan orang yang duduk di bangku sebelah melihatku sejak tadi, aku menoleh.
dia tersenyum. meminta izin duduk disebelahku sebentar. aku mengizinkan
"kau Safirakan."
"anda siap."
"aku tetangga apartemenmu, depannya."
"ow, maaf, saya kurang kenal. boleh tahu namanya."
"Sandra. aku mau ke Malang, kau sendiri."
"aku mau ke Surabaya."
"Alissa tidak ikut."
"Kau kenal Alissa."
"kita kenal saat makan bersama di cafe bawah apartemen."
"em."
 "kau sendirian."
"iya. ok, kau sepertinya lelah. aku kembali ke kursiku."
"ya."